Social Icons

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

Rabu, 02 November 2016

Pemuda Kota Makassar: Harapan atau Kecemasan?

Sumber: http://www.aktual.com/
Tidak sedikit orang di luar Makassar yang memiliki pandangan bahwa Makassar itu kota “kasar”. Stigma negatif tersebut cukup beralasan. Lihat saja misalnya data dua tahun beruturut-turut (2015 dan 2016), Kota Makassar selalu menempati ranking satu untuk tingkat kriminalitas tertinggi di Sulawesi Selatan. Berdasarkan data dari Polda Sulsel, dari bulan Januari sampai Maret 2016 terdapat 378 kasus kejahatan di Kota Makassar. Jumlah itu terhitung sekitar tujuh kali lipat dengan angka kejahatan di Kabupaten Gowa yang menempati posisi kedua tertinggi setelah Makassar. Kejahatan yang tercatat terdiri dari kasus penganiayaan berat (anirat), pembunuhan, pencurian dengan pemberatan, pencurian dengan kekerasan, pencurian kendaraan bermotor, pencurian hewan ternak hingga kasus narkoba. (Liputan 6, 2016). Apa yang paling mencengangkan dari data tersebut adalah pelaku kejahatan didominasi oleh kaum muda. Tidak sedikit diantaranya yang masih duduk di bangku SMP dan SMA.
Berbagai kasus kejahatan yang didominasi oleh pemuda tersebut menumbuhkan kekhawatiran tentang masa depan Kota Makassar. Akan jadi seperti apa Kota Makassar kedepan jika kaum muda banyak yang sedini mungkin telah terpapar kejahatan? Apakah masih ada harapan bagi kota ini untuk menjadi lebih baik? Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan dijawab dengan lebih dahulu menjernihkan pemahaman kita mengenai pemetaan pemuda di Kota Makassar.

Jumat, 28 Oktober 2016

Anak-Anak Kuri Caddi

Pagi itu tak seperti pagi biasanya bagi bocah-bocah dusun Kuri Caddi. Sekitar setengah delapan pagi, beberapa orang diantara mereka sudah mulai berkumpul di sekitar tempat kami berkemah. Beberapa orang tampak mengenakai pakaian rapi dan bersih seperti hendak ke pesta. Padahal mereka sengaja diminta datang membantu kami membersihkan di sekitar sekolah mereka. Sekolah yang mereka gunakan secara bergantian antara siswa Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah. Satu-satunya sekolah di dusun itu. 

Sembari menunggu kami yang terlambat bersiap-siap, anak-anak berkumpul di kantin di samping sekolah. Sebuah ruangan berukuran sekitar 4 x 4 meter. Hampir di seluruh ruangan dipenuhi dengan beraneka macam makanan ringan yang tergantung dimana-mana. Banyak merk makanan ringan yang baru pertama kali saya temukan di tempat itu. Ya, sudut-sudut desa terpencil memang selalu menjadi sasaran empuk para penjual makanan ringan. Anak-anak kecil senang saja berbelanja tanpa tau bahayanya bagi kesehatan. Pagi itu, mi gelas menjadi primadona anak-anak kecil. Tampaknya mereka dibekali uang jajan oleh orang tua masing-masing. 
 
 
Blogger Templates