Potongan berita online tentang Papua Sumber: merdeka.com |
Suatu ketika di Papua saat mencari rumah responden, dengan arahan sekumpulan anak kecil yang menjadi penunjuk jalan, saya melewati pekarangan rumah yang cukup besar dibanding dengan rumah-rumah warga di sekitarnya. Begitu selesai melakukan wawancara dengan responden, seorang ibu telah menunggu dengan tatapan sinis. Benar saja, ibu yang saya maksud adalah ibu pemilik rumah yang pekarangannya saya lewati tadi. Terjadi dialog singkat yang agak menggelitik:
Ibu: "Mas asalnya dari mana?"
Saya: "Saya dari Makassar mama (dengan dialeg papua)"
Ibu: "Mas kalau kalau lewat rumah orang yang sopan."
Saya: "Kenapa mama?"
Ibu: "Mas tau kah, ini bukan jalan umum (sambil menunjuk pekarangan rumahnya yang saya lewati tadi)."
Saya: "Oh iya, maaf mama, saya di kasi tunjuk jalan sama adik-adik ini mama (sambil menunjuk anak-anak kecil yang menemani saya)."
Ibu: "Iya mas, yang sopan. Mas tidak taukah ini rumah pejabat."
Saya: "Iya mama, maaf. Saya tidak tau, saya hanya di kasi tunjuk jalan sama adik-adik ini."
Ibu: "Mas yang sopan, ini rumah pejabat. Mas tidak tau kah kalau ini rumah kepala sekolah?"
Saya: #$#$*&*#%@&@????... "oh iya mama, saya minta maaf. Saya permisi (sambil menyalakan mesin motor dan langsung tancap gas)."
Sebenarnya saya sudah diperingatkan sebelumnya oleh teman-teman disana bahwa ada sikap yang aneh dari masyarakat setempat. Jika sudah menduduki jabatan tertentu, mereka sudah merasa sangat berkuasa. Kepala kampung (sebutan untuk pemerintah desa) saja sudah merasa seperti presiden di kampungnya. Pejabat kabupaten saja terkadang diusir jika datang tanpa pemberitahuan beberapa hari sebelumnya kepada pemerintah kampung.
Saya juga pernah merasakan hal yang sama ketika ingin mengurus izin penelitian. Begitu datang meminta waktu bertemu dengan kepala kampung, saya tiba-tiba dimarahi oleh kepala kampung. Saya perintahkan meninggalkan rumah kepala kampung dan tidak kembali sebelum tuntutan mereka kepada pemerintah kabupaten dipenuhi. Ternyata saya disangka pegawai kabupaten. Namun setelah diberi sedikit penjelasan, sikap kepala kampung berubah total dari yang tadinya marah-marah menjadi ramah-ramah.
Cerita arogansi pejabat lokal memang sudah menjadi rahasia umum di kalangan masyarakat papua sendiri. Cerita tentang kepala sekolah dan kepala kampung hanya beberapa potong kecil cerita tentang keangkuhan pejabat lokal yang tidak lain adalah masyarakat asli. Tidak jarang warga bahkan telah berkesimpulan bahwa mungkin papua akan lebih maju jika dipimpin oleh warga pendatang daripada warga asli. Entahlah, yang jelas sepenggal cerita ini ditambah berita tentang kemarahan gubernur papua karena beberapa orang menteri yang datang ke papua tanpa koordinasi dengan pemerintah setempat, cukup untuk membuat pagi ini jenaka..
Makassar, 22 September 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar