Social Icons

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

Rabu, 11 April 2012

Narsisme Kelompok


Narsisme Kelompok : Buah Dehumanisasi Pengkaderan

Kekerasan menjadi fenomena yang kian merebak akhir-akhir ini. Yang paling marak adalah kekerasan antar kelompok, dari kelompok masyarakat hingga kelompok mahasiswa. Jika kita menyoal tentang kekerasan maka salah satu penyebab kekerasan yang dapat diidentifikasi adalah apa yang disebut oleh Erich Fromm dalam bukunya “Akar Kekerasan” sebagai “Narsisme Kelompok”.
Narsisme dijelaskan oleh Erich Fromm sebagai kondisi pengalaman seseorang dimana yang dia rasakan sebagai sesuatu yang benar-benar nyata hanyalah tubuhnya, keutuhan perasaannya, pikirannya kekayaan atau benda-benda serta orang-orang yang ada hubungan dengannya. Dapat disimpulkan bahwa Fromm menggambarkan narsisime sebagai sebuah pemisahan diri mutlak seseorang dengan lingkungannya. Selain dirinya adalah sesuatu yang semu.  Narsisme membangkitkan sikap agresif atas segala sesuatu yang mengganggu keagungan citra dirinya menurut dirinya sendiri.
Dalam konteks kelompok, Fromm menjelaskan bahwa bila objek narsisme adalah kelompok maka individu narsistik dapat sepenuhnya menyadari narsisnya dan mengungkapkannya tanpa hambatan apapun. Penegasan bahwa “Negara Saya” (atau bangsa atau agama saya) yang paling hebat, paling berdaya, paling kuat, paling cinta damai dan sebaganya sama sekali tidak berlebihan bahkan terdengar sebagai ungkapan patriotisme, keyakinan dan kesetiaan. Celakanya penegasan tersebut sepertinya nyata sebagai sebuah kebenaran oleh karena bagi sebagian orang yang tidak memiliki daya kritis, kenyataan dibangun berdasarkan konsesnsus. Narsisme kelompok sebagaimana narsisme individu membangkitkan sikap agresif terhadap sesuatu yang menggangu keyakinan kelompok tersebut.
Narsisme kelompok bisanya teraktualkan kedalam simbol-simbol yang diyakini oleh anggota kelomponya. Simbol-simbol ini biasanya berupa nama, slogan, lagu,  gambar, warna, angka,  dll dengan segala pemaknaannya. Fanatisme simbolik ini kadang menjadi identitas yang menyatukan suatu kelompok dan mengidentifikasi yang lain sebagai sesuatu yang berbeda dengannya bahkan tidak nyata baginya. Proses internalisasi simbol dapat dilakukan dengan proses sugesti. Sugesti itu sendiri diartikan sebagai sebuah pernyataan yang diterima tanpa adanya daya kritis. Sugesti terjadi karena beberapa hal, diataranya karena banyak, karena sedikit dll. Karena banyak yaitu karena sebagian besar orang menyepakati sesuatu maka sesuatu itu dinyatakan sebagai sebuah kebenaran. Karena sedikit dimaksudkan karena orang sedikit itu adalah orang yang ahli, dan orang yang ahli selalu benar.
Dalam konteks kelompok mahasiswa, proses internalisasi biasanya dilakukan dalam proses pengkaderan mahasiswa baru. Mahasiswa baru yang umumnya belum memiliki daya kritis yang memadai dengan jumlah yang minoritas jika dibandingkan dengan anggota kelompok yang telah lebih dahulu bergabung (red:senior) akan bersosialisasi dengan mayoritas senior yang telah sepakat dengan simbol kelompoknya. Dalam proses pengkaderan, biasanya akan tampil seorang senior yang menjelaskan makna dan histori dari simbol-simbol kelompoknya, seseorang yang dianggap ahli untuk itu. Tanpa daya kritis, mahasiswa baru akan menelan bulat-bulat sugesti-sugesti tersebut.

Dehumanisasi Pengkaderan
Pengkaderan sejatinya merupakan proses transformasi nilai-nilai kemanusiaan. Pengkaderan merupakan proses pendidikan yang oleh karenanya juga merupakan proses memanusiakan manusia. Proses menjadikan manusia sebagai manusia seutuhnya berdasarkan fitrahnya. Proses mengaktualkan potensi-potensi kemanusiaan seorang manusia. Oleh karena  itu, seharusnya semua proses dalam pengkaderan didasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan.
Manusia dalam perspektif personal dalam proses humanisasi dimaksudkan untuk mengoptimalkan semua potensi-potensinya, baik jiwa maupun raganya. Dalam perspektif universal, manusia adalah bagian dari lingkungan, bagian dari alam semesta. Segala hal yang menjauhkan manusia dari dirinya secara personal maupun universal adalah sebuah tindakan dehumanisasi.
Proses pengkaderan harusnya mampu menciptakan kesadaran kritis terhadap anggota kelomponya. Karena menciptakan kesadaran kritis merupakan proses optimalisasi potensi akal sebagai salah satu identitas kemanusiaan. Dengan kesadaran kritis, anggota baru tidak akan mudah terjebak pada sugesti-sugesti yang akan semakin menjauhkanya dari fitrah kemanusiaannya.
Proses internalisasi simbol kelompok sebagai salah satu agenda pengkaderan sejatinya merupakan sebuah proses humanisasi sepanjang tujuannya adalah melepaskan seseorang dari narsisme individu, oleh karena jika seseorang bergabung dalam sebuah kelompok maka dia setidaknya mengakui orang lain sebagai bagian dari kelompoknya. Namun kemudian proses itu seharusnya dibarengi dengan kesadaran universal sehingga menghindarkan seseorang atau kelompok tersebut dalam sebuah narsisme kelompok. Simbol kelompok seharusnya hanya dijadikan sebagai sebuah sarana penyadaran akan keberagaman dan bukan menjadikan kelompok yang satu berbeda apalagi menafikkan secara eksistensial dengan kelompok yang lain. Wallahuallam bishawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
 
Blogger Templates