Social Icons

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

Jumat, 28 Oktober 2016

Anak-Anak Kuri Caddi

Pagi itu tak seperti pagi biasanya bagi bocah-bocah dusun Kuri Caddi. Sekitar setengah delapan pagi, beberapa orang diantara mereka sudah mulai berkumpul di sekitar tempat kami berkemah. Beberapa orang tampak mengenakai pakaian rapi dan bersih seperti hendak ke pesta. Padahal mereka sengaja diminta datang membantu kami membersihkan di sekitar sekolah mereka. Sekolah yang mereka gunakan secara bergantian antara siswa Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah. Satu-satunya sekolah di dusun itu. 

Sembari menunggu kami yang terlambat bersiap-siap, anak-anak berkumpul di kantin di samping sekolah. Sebuah ruangan berukuran sekitar 4 x 4 meter. Hampir di seluruh ruangan dipenuhi dengan beraneka macam makanan ringan yang tergantung dimana-mana. Banyak merk makanan ringan yang baru pertama kali saya temukan di tempat itu. Ya, sudut-sudut desa terpencil memang selalu menjadi sasaran empuk para penjual makanan ringan. Anak-anak kecil senang saja berbelanja tanpa tau bahayanya bagi kesehatan. Pagi itu, mi gelas menjadi primadona anak-anak kecil. Tampaknya mereka dibekali uang jajan oleh orang tua masing-masing. 

Beberapa saat kemudian, aksi bersih-bersih dimulai. Anak-anak ikut membantu memungut dan mengumpulkan sampah yang sudah bertebaran disekeliling sekolah. Entah berapa tahun sampah-sampah itu dibiarkan terhambur tanpa pernah dibersihkan. Setelah sampah dikumpulkan, barulah akan masalahnya kelihatan jelas. Setelah sampah dikumpulkan, kami tidak tau harus dikemanakan sampahnya. Mungkin ini juga yang dirasakan warga kuri caddi. Mereka bisa jadi bingung setelah sampah dikumpulkan lalu tak tau harus dibawa kemana. Pilihan satu-satunya hanya membakar sampah. Tidak ada mobil sampah yang datang mengangkut sampah mereka sebagaimana yang kita rasakan di Kota. Jangankan mobil sampah, kendaraan pribadi saja sudah setengah mati masuk ke dusun. 

Satu-sataunya akses masuk ke dusun kuri caddi adalah jalan tani yang hanya cukup untuk dilalui satu mobil. Sudah begitu, jalannya masih jalan pengerasan yang berbatu-batu. Pemerintah setempat juga kehabisan akal untuk menyediakan layanan jalan yang lebih baik. Jalan masuk ke dusun bukanlah jalan yang dibangun pemerintah melainkan jalan pribadi yang dimiliki oleh pemilik empang. Disebelah kiri dan kanan di sepanjang jalan masuk ke dusun kuri caddi memang dipenuhi empang. Konon katanya empang yang sangat luas itu hanya dimiliki oleh beberapa orang pengusaha asal Maros. Mereka ini lah yang membangun jalan dan tidak mengizinkan pemerintah memperbaiki jalannya. 

Susahnya akses masuk ke dusun membuat kehidupan warga menjadi serba sulit. Untuk membeli kebutuhan pokok, masyarakat lebih memilih jalur laut ke Makassar daripada harus keluar ke desa. Begitu pula jika ada warga yang ingin melahirkan, beberapa orang lebih memilih langsung ke Makassar. Pernah ada kasus warga sampai melahirkan diatas perahu sebelum sampai ke Makassar. Makassar memang cukup dekat dari dusun kuri caddi. Jika kita berdiri ditepi pantai, akan jelas sekali terlihat graha pena menjulang tinggi diantara bangunan-bangunan lain. Walau begitu, tentu akan lebih baik jika pelayanan kesehatan dapat diakses langsung di dusun atau minimal di desa. 

Di dusun kuri caddi sebenarnya pernah ada pustu. Tapi melihat sisa bangunannya yang sudah seperti rumah hantu maka dapat dipastikan tidak ada lagi pelayanan kesehatan di tempat itu. Padahal potensi penyebaran penyakit di dusun itu cukup besar. Salah satu yang paling menghawatirkan adalah hampir semua rumah tidak memiliki wc. Dapat dipastikan warga buang air disembarang tempat. Bayangkan betapa banyak penyakit yang dapat tumbuh dalam lingkungan seperti ini. Parahnya lagi, akses air bersih di desa sangat sulit. Sumber air yang murni dari desa hanya berasal dari sumur. Airnya kadang-kadang terasa asin. Pada musim kering, sumur pun ikut mengering sehingga tidak ada sama sekali sumber air dari desa. Pilihan satu-satunya adalah membeli air dari luar. Dan itu lagi-lagi dari Makassar melalui laut. 

*** 

Mata hari sudah mulai tinggi setelah bakti sosial selesai. Tak tampak tanda-tanda letih dari anak-anak itu. Beberapa orang diantara kami lalu berinisiatif memberikan permainan-permainan yang menyenangkan. Tentu saja dengan iming-iming hadiah makanan kecil. Terlihat jelas kebahagiaan di wajah anak-anak pada saat bermain. Meski ada yang sempat menangis, tapi situasi kembali ceria pada saat permainan lain dilakukan. Ada banyak senyum dan tawa pagi itu. Kami tau bahwa kami hanya mengalihkan sejenak mereka dari dunianya yang serba sulit. Karenanya, untuk menjaga senyum mereka, ada banyak hal yang harus dilakukan selain hanya memberikan permainan yang menyenangkan. Dan itu memberikan kami banyak alasan untuk selalu kembali berbakti bagi mereka. 

Makassar, 28 Oktober 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
 
Blogger Templates