Social Icons

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

Rabu, 24 Oktober 2012

Telaah Buku Membunuh Indonesia

Ide menulis resensi buku membunuh Indonesia tiba-tiba muncul sore ini didasari sebuah peristiwa ringan di kamar kost. Penulis secara spontan menegur teman kost karena membawa rokoknya masuk ke dalam kamar ketika ingin mengambil koran hari ini untuk dibacanya. Seketika peristiwa itu mengingatkan penulis akan sebuah buku yang pernah dibahas dalam sebuah acara Bedah Buku yang dilaksanakan oleh Himpunan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan. Acaranya meninggalkan kesan tersendiri bagi penulis selain karena temanya yang menarik juga karena pada saat itu penulis didadak menjadi panelis semalam sebelum diskusinya dimulai. Menjelang magrib tiba-tiba panitia pelaksana datang ke tempat penulis membawakan sebuah buku berjudul “Membunuh Indonesia” dan meminta kesediaan penulis menjadi salah satu panelis untuk kegiatan yang akan dilaksanakan keesokan paginya.
Berlatar kejadian menarik itu, seharusnya dapat dimengerti jika resensi buku tersebut tidak begitu baik disajikan dalam tulisan ini. Faktor lain yang membuat informasi dalam tulisan ini cukup terbatas karena penulis hanya mengandalkan ingatan atas bacaan buku tersebut mengingat buku yang dimaksud berada cukup jauh dari Jogja untuk bisa dibuka kembali.
Buku Membunuh Indonesia ini merupakan buku yang isinya tentang ekonomi politik dalam konspirasi menghancurkan kretek Indonesia. Pada bab awal digambarkan bagaimana kekuatan politik bangsa asing (red: bangsa kapitalis) “menghabisi” produksi-produksi unggulan Indonesia seperti kelapa sawit, jamu dll. Media pengancur yang digunakan adalah lembaga-lembaga penelitian dan badan-badan Internasional yang mengeluarkan standar kelayakan atau kesehatan suatu obat dan makanan. Untuk lebih mempermudah pemahaman, dapat dicontohkan bagaimana produk dalam negeri biasanya dilarang beredar dipasaran jika tidak mendapat izin dari BPOM.
Produksi kelapa sawit misalnya, dihancurkan dengan publikasi hasil riset yang menyimpulkan bahwa minyak yang dihasilkan oleh kelapa sawit Indonesia mengandung kolesterol yang tinggi sehingga berbahaya bagi kesehatan. Begitu pula jamu-jamu yang diproduksi di Indonesia belum memenuhi standar higenitas. Hasil riset tersebut kemudian menyebabkan kelapa sawit dan jamu produksi Indonesia menjadi tidak laku di pasar internasional dan secara otomatis mematikan produksi-produksi lokal.
Pada bab selanjutnya dijelaskan sejarah rokok dan sejarah kretek di Indonesia. Rokok menurut sejarahnya masuk ke Indonesia pada zaman kolonial belanda. Produksi tembakau di Indonesia yang melimpah membuat VOC yang memang merupakan perusahaan dagang tertarik mengembangkan industri rokok di Indonesia. Ketersediaan bahan baku ditambah upah pekerja murah menjadi faktor utama yang mendorong terwujudnya industri rokok di Indonesia. Hasil industri tersebut awalnya dipasarkan di pasaran Internasional. Pada saat itu, warga pribumi belum dibolehkan untuk merokok sampai terjadi resesi yang mengakibatkan keterputusan akses ke pasar Internasional. Dengan produksi yang melimpah dan pasar yang kurang, akhirnya pemerintah belanda membolehkan warga pribumi untuk merokok. Pada saat itulah rokok mulai tersebar dan membudaya di sepanjang nusantara. Budaya merokok terekspresikan berbeda di berbagai daerah di Indonesia, salah satunya dalam kultur masyarakat Bugis kita kenal istilah ico’ untuk sebutan terhadap rokok.
Industri rokok di Nusantara sendiri telah melalui berbagai tantangan masa resesi ekonomi dan terbukti masih bisa bertahan hidup hingga saat ini. Karena itulah WS Rendra, sang burung merak, sangat memuji Industri rokok sebagai model ideal kemandirian perekonomian di Indonesia. Betapa tidak, Industri ini mulai dari bahan baku, produsen dan konsumen semuanya ada dalam negeri. Tembakau sebagai bahan baku tersedia melimpah di Indonesia, pabrik-pabrik pembuatan rokok juga masih mampu bertahan dan terus memproduksi rokok dan ditambah lagi konsumen paling besar dari rokok itu sendiri adalah bangsa kita sendiri.
Dalam bab lain dalam buku Membunuh Indonesia diulas sejarah tentang kretek, mengapa kretek disebut sebagai rokok asli Indonesia. Kretek menjadi khas karena adanya bahan campuran selain dari tembakau yaitu cengkeh. Menurut sejarahnya, racikan rokok kretek itu tidak sengaja ditemukan oleh seorang petani. Pada mulanya petani tersebut mengalami sakit dibagian dadanya. Rasa sakitnya itu diobati dengan menggosokkan minyak cengkeh kedadanya. Walhasil, rasa sakit di dadanya berkurang. Akhirnya dia coba mengoleskan minyak cengkeh tersebut pada rokok dan dihisap asapnya sehingga sakit dadanya pun sembuh. Racikan itulah yang kemudian dikenal dengan isitilah kretek. Mengenai penamaannya sendiri mengapa disebut kretek karena kretek itu dianggap menyerupai bunyi tembakau yang trebakar, bunyinya kretek..kretek.. Dari situlah nama kretek digunakan untuk menyebut rokok yang berbahan campuran cengkeh.
Dalam perkembangan selanjutnya, rokok kretek yang berkembang di Indonesia mendapatkan pesaing baru dalam dunia bisnis rokok khususnya oleh perusahaan rokok putih yang sudah dapat digolongkan sebagai Multi National Corpration. Perebutan lahan bisnis oleh perusahaan rokok ini dinilai sudah tidak sehat. Pengusaha rokok putih yang berbasis di USA mendapat dukungan pemerintahnya melalui pembatasan peredaran rokok kretek di negaranya melalui bea pajak impor yang sangat tinggi. Berbeda halnya di Inonesia yang justru sebaliknya, tren bea impor semakin menurun. Pola persaingan lain yang dilakukan oleh pengusaha rokok putih yaitu, sebagaimana dijelaskan diawal, menggunakan legitimasi penelitian untuk menunjukkan secara ilmiah bahwa rokok kretek mempunyai kadar yang melebihi standar aman untuk dikonsumsi.
Selain rokok putih, lawan dari rokok kretek adalah kampanye anti rokok. Penelusuran yang disajikan dalam buku ini mengungkapkan perusahaan-perusahaan yang menyokong usaha-usaha publikasi kampanye bahaya merokok. Perusahaan-perusahaan yang dimaksud salah satunya adalah perusahaan yang memproduksi obat yang digunakan dalam rehabilitasi pecandu rokok. Kampanye bahaya merokok tentunya bakal merugikan perusahaan rokok dan pastinya menguntungkan perusahaan obat rehabilitasi perokok tadi.
Konteks ekonomi politik dalam pertarungan antara rokok putih dan rokok kretek dan antara perusahaan rokok dengan perusahaan obat rehabilitasi disimpulkan oleh para penulis buku Membunuh Indonesia sebagai sebuah usaha untuk mematikan perekonomian lokal Indonesia. Dampak yang digambarkan akan terjadi jika konspirasi penghancuran rokok kretek di Inodonesia terus berlanjut adalah matinya perusahaan rokok kretek Indonesia yang akan mengakibatkan ribuan pekerjanya mulai dari petani tembakau sampai buruk pabrik akan kehilangan lapangan pekerjaan. Selain itu, pemasukan negara akan berkurang besar mengingat pemasukan dari sektor pajak rokok tergolong sangat besar. Secara umum, disimpulkan bahwa mematikan usaha kretek di Indonesia berarti Membunuh Indonesia.

Telaah Kritis
Buku Membunuh Indonesia ini merupakan buku yang sangat profokatif. Hal tersebut dapat terlihat dari model penyusunan bukunya yang pada bagian awal menceritakan bagaimana produksi-produksi lokal di Indonesia dimatikan secara sistematis oleh konspirasi Intrenasional. Bagian awal inilah yang dapat menyentil sentimen Nasionalisme kita dana menjadikannya perspektif dalam membaca bagian-bagian selanjutnya. Luapan kemarahan kita kepada bangsa-bangsa atau perusahaan-perusahaan asing itulah yang menjadi landasan dalam menikamati paparan data dan sejarah yang disajikan dalam bahasan-bahasan selanjutnya.
Perlu menjadi perhatian kita bahwa emosi terkadang mereduksi akal sehat kita, menjadikan kita tidak objektif dalam melihat persoalan yang sebenarnya. Konteks itu yang coba dibangun dalam struktur buku ini. Namun sebagau bahan refleksi, patut dipertanyakan, apakah rokok sama dengan produksi-produksi Indonesia yang dipaparkan di awal pembahasan? Jawabanya sama dalam beberapa hal tetapi sangat berbeda dalam hal yang lain. Minyak kelapa sawit misalnya, dari segi perekonomian dan ketersediaan lapangan kerja kita dapat mengatakan bahwa keduanya sama tetapi dalam konsteks kebutuhan akan kedua barang tersebut menjadi sangat berbeda. Minyak kelapa adalah bahan yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Indikatornya adalah minyak kelapa termasuk dalam satu dari sembilan bahan pokok sedangkan rokok tidak.
Hal lain yang perlu dipikirkan kembali setelah membaca buku ini adalah pola hegemoni dalam persaingan antara rokok putih dan rokok kretek. Jika rokok putih menggunakan kekuatan publikasi hasil riset yang menguntungkannya, maka tidak menutup kemungkinan rokok kretek yang juga menggunakan metode hegemoni yang lain dengan muatan tema yang lain. Buku mempunyai potensi yang cukup hebat sebagai media sosialisasi rokok kretek dengan memanfaatkan isu ekonomi politik dan sentimentil nasionalisme.

Wallahuallam bishawab..

Catatan Ngawur [Yogyakarta, Selasa, 23 Oktober 2012]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
 
Blogger Templates