Social Icons

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

Selasa, 29 April 2014

Pendidikan Korupsi Berwujud Ujian Nasional

gambar dirujuk dari : http://gema-nurani.com/

Korupsi telah menjadi masalah kronik di Negeri ini. Gelar extra ordinary crime telah disematkan kepada jenis perbuatan melawan hukum yang satu ini. Berbagai upaya telah dilakukan oleh berbagai pihak untuk menyelesaikan masalah ini, mulai dari pembentukan lembaga saktipemberantasan korupsi hingga pendidikan anti korupsi. Namun upaya-upaya tersebut relatif belum mampu menyelesaikan masalah yang luar biasa ini.

Rabu, 23 April 2014

Selamat dari Merapi


Yogyakarta 20 April 2014 merapi kembali meletus. Media memberitakannya sebagai letusan ringan. Kami merasakannya sebagai letusan dahsyat. Di saat yang sama merapi meletus, kami sedang berada dalam radius satu kilometer dari puncak merapi.

Kamis, 17 April 2014

Pemilu Mengabaikan Freeport


Topik pemilu sedang ramai diberitakan di media massa. Hampir semua perhatian publik tertuju pada topik pemilu. Pemilu menjadi isu “seksi” yang membuat bangsa ini terlena dan tidak sadar bukit emasnya kembali terancam dicuri. Bersamaan dengan proses pemilu legislatif, renegosiasi kontrak Freeport juga tengah berlangsung (atau mungkin telah disepakati).
Kontrak Freeport seharusnya berakhir tahun 2021. Berbagai peraturan perundang-undangan yang baru mengharuskan dilakukan renegosiasi kontrak antara perusahaan tambang dengan pemerintah. Beberapa media telah memberitakan renegosiasi kontrak Freeport ini. Freeport dikabarkan telah menyetujui hasil renegosiasi dengan pemerintah yang antara lain berisi: pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian di dalam negeri (smelter), pengurangan luas lahan tambang, perubahan perpanjangan kontrak menjadi izin usaha pertambangan (IUP), kenaikan royalti untuk penerimaan negara, divestasi, serta penggunaan barang dan jasa pertambangan dalam negeri.
Informasi yang tidak banyak dikabarkan adalah apa yang pemerintah sepakati dari tawaran Freeport? Sebab negosiasi tidak mungkin dilakukan jika hanya menguntungkan satu belah pihak. Salah satu media alternatif mengutip pernyataan Dirjen Mineral dan batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang intinya menyatakan bahwa pemerintah menyepakati perpanjangan kontrak dengan Freeport. Pernyataan yang tidak dikabarkan oleh mayoritas media massa yang lain. Sebaliknya, mayoritas media memberitakan bantahan isu perpanjangan kontrak Freeport oleh menteri perekonomian Hatta Rajasa.
Adanya perbedaan pernyataan diantara dua pejabat negara membuat informasi semakin simpang siur. Dalam hal ini, pernyataan Dirjen Minerba Kementerian ESDM seharusnya lebih dapat dijadikan pegangan. Sebab, kewenangan perpanjangan kontrak karya atau pemberian izin usaha pertambangan (IUP) berada pada menteri ESDM bukan menteri perekonomian.
Peristiwa renegosiasi kontrak Freeport ternyata berjalan lancar tanpa ada dinamika penolakan dari masyarakat. Salah satu asumsi penyebabnya yaitu renegosiasi akhir ini sengaja dilakukan saat ada kejadian besar yang berlangsung di Republik ini dengan maksud untuk menghindari pemberitaan media massa yang dapat memicu dinamika penolakan di masyarakat. Sebab, gejolak tuntutan masyarakat Indonesia setidaknya dapat mengimbangi kehebatan lobi politik Amerika. Selama ini pemerintah Indonesia tidak berdaya di hadapan Amerika. Benar saja, pemilu telah menyedot perhatian seluruh bangsa Indonesia hingga proses tawar menawar antara pemerintah dan pihak Freeport tidak mendapat perhatian. Tanpa perhatian, tidak mungkin ada reaksi penolakan.
Asumsi lain dari moment renegosiasi kontrak PT Freeport adalah karena saat ini merupakan saat terakhir masa jabatan SBY. Belum ada kepastian siapa yang akan menjadi presiden selanjutnya. Jika presiden yang baru terpilih mempunyai jiwa nasionalisme yang kuat maka besar kemungkinan proses perpanjangan kontrak akan lebih sulit. Untuk menghindari ketidakpastian, proses renegosiasi kontrak dilakukan bersama pemerintah yang sudah pasti lebih mudah “dilobi”. Dengan kata lain, moment perpanjangan kontrak ini merupakan bagian dari manajemen resiko perubahan pengambilan kebijakan.
Terlepas dari motif renegosiasi Freeport saat moment pemilu, satu hal yang disayangkan adalah tidak adanya politikus yang berkomentar tentang kondisi ini. Padahal belum cukup sebulan janji-janji “Kemandirian Bangsa, Indonesia Hebat, Gerakan Perubahan” dan jargon-jargon lain dikumandangkan oleh para politikus. Di hadapan media massa, para politikus hanya berkomentar masalah koalisi, masalah pasangan presiden dan wakil presiden dan kepentingan-kepentingan partainya. Tampak jelas orientasi orang-orang ini hanya kekuasaan semata. Padahal jika saja ada yang peka (atau setidaknya berpura-pura peka) mengangkat kasus ini ke permukaan, akan menjadi keuntungan tersendiri bagi pencitraan diri dan partainya. Obama misalnya, lebih memilih berhenti berkampanye pada saat badai sandy menerjang Amerika pada musim kampanye pemilihan presiden. Obama lebih memilih menjalankan tugasnya sebagai presiden mengurusi korban bencana daripada berkampanye sebagai incumbent. Pada akhirnya, pilihan itu menjadi nilai tambah bagi Obama dan menjadikannya terpilih kembali menjadi Presiden Amerika.

Ramainya berita tentang pemilu membuat bangsa ini mengabaikan Freeport. Mahasiswa yang diharapkan menjadi Agent of Social Control juga belum muncul menyuarakan penolakan terhadap renegosiasi Freeport. Akademisi yang harusnya ikut bersuara malah ramai-ramai menjadi komentator pemilu. Politisi yang baru saja menebar angin surga kembali berjibaku menyuarakan kepentingannya. Media yang memegang peranan penting menyuarakan kepentingan bangsa juga telah terjebak dengan logika pasar. Isu Pemilu lebih laku dijual daripada pencurian bukit emas di papua. Pemilu betul-betul telah mengabaikan Freeport.
 
 
Blogger Templates